Makalah PERILAKU AGRESIF
PERILAKU AGRESIF
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah:
Keperawatan Anak Usia Dini
Dosen Pengampu : Suci Musvita Ayu, S.KM., M.P.H
Oleh :
Kelompok 5
1.
Tuti
Utami (12002048)
2.
Rina
Andriyani (1300002057)
3.
Desi
Isna Murti (1300002066)
4.
Eni
Susilowati (1314302005)
5.
Siti
Fatjiah (1314302010)
6.
Yuli
Lestari (1314302012)
7.
Arfi
Farah Saefani (1314302013)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu asas
pendidikan yang cukup terkenal adalah pendidikan seumur hidup,baik melalui
jalur formal maupun non-formal (sistem sekolah dan di luar sekolah). Dengan
kata lain, pendidikan itu tidak mempunyai batas bawah dan batas atas (batas
umur mulai apat dididik sampai umur tertinggi di mana manusia dapat dididik).
Pendidikan adalah
usaha manusia (pendidik) dengan penuh tanggung jawab untuk membimbing anak
didik menuju kedewasaan. Pendidikan nasional bertujuan untuk menciptakan
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, cedas,
terampil, aktif, kreatif, berakhlak mulia, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Untuk mewujudkan hal tersebut peran
pendidikan sangat penting dilakukan sejak anak masih dini. Pendidikan anak usia
dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Imas Kurniasih, hlm. 9). Masa
usia dini merupakan periode emas bagi perkembangan anak dimana 50% perkembangan
kecerdasan terjadi pada usia 0-4 tahun, 30% berikutnya hingga usia 8 tahun.
Periode ini merupakan waktu yang potensial untuk mengembangkan potensi yang ada
dan menanamkan nilai-nilai dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Periode ini
sekaligus merupakan periode kritis bagi anak dimana perkembangan yang
didapatkan pada periode ini akan sangat berpengaruh pada periode perkembangan
selanjutnya. Periode ini hanya datang sekali dan tidak dapat ditunda
kehadirannya, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Hal ini
nampaknya masih disia-siakan oleh sebagian besar masyarakat khususnya di Indonesia,
akibatnya berdampak terhadap kesiapan anak memasuki jenjang persekolahan.
Anggapan bahwa
pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar, yaitu usia tujuh
tahun, tenyata tidaklah benar. Bahkan, pendidikan yang dimulai pada usia taman
kanak-kanak (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil
penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S.
Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat,
mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun
mencapai 50%. Artinya, biala pada usia tersebut anak tidak dapat rangsangan
secara maksimal, maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal (Imam
Musbikin, hlm. 8-9).
Suatu kenyataan bahwa
selama ini perhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat rendah
bila dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama negara maju. Belajar dari
pengalaman negara maju, konsep pembangunan sumber daya manusia (SDM) justru
dimulai sejak masa usia dini. Pengembangan anak usia dini yang mencakup aspek
gizi, kesehatan dan pendidikan dilakukan secara intensif dan utuh sejak anak
dilahirkan.
Salah satu langkah
yang dilakukan oleh negara kita ini yaitu negara Indonesia, adalah dengan
mengeluarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada
Pasal 9 Ayat 1 dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya. Di dalam ayat 2, disebutkan selain hak anak bagaimana
dimaksud ayat 1, khusus bagi anak yang menyandang cacat, juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa. Sedangkan, bagi anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus (Imam Musbikin, hlm. 9-10).
Anak memiliki potensi
yang luar biasa untuk dikembangkan sebagai bekal dimasa depan. Slamet Suyanto
(2005 : 31) mengungkapkan bidang pengembangan PAUD adalah totalitas potensi
anak. Bidang pengembangan tersebut meliputi fisik-motorik, bahasa,
sosial-emosional, dan kognitif. Salah satu potensi yang harus dikembangkan pada
anak adalah perkembangan sosial-emosional. Perkembangan sosial adalah kemampuan
yang didapat anak untuk dapat berperilaku sesuai tuntutan sosial (Muh. Nur
Mustakim, 2005 ; 264). Perkembangan sosial-emosional adalah kemampuan dalam
mengadakan hubungan dengan oranglain, terbiasa bersikap sopan santun,
menjalankan aturan yang berlaku, disiplin dalam kesehariannya, dan menunjukkan
emosi yang wajar (Rosmalia Dewi, 2005 : 18).
Hurlock (1978 : 231)
menjelaskan bahwa pengendalian emosi sangat penting untuk dilakukan jika kita
menginginkan anak berkembang secara normal. Selain menghindari penolakan sosial
hal ini dikarenakan apanila ekspresi emosi tidak ditangani sejak dini maka ke
depan akan lebih sulit untuk menghilangkannya. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Hurlock (1978 : 231) bahwa semakin dini anak-anak belajar untuk
mengendalikan emosi pada diri mereka, akan semakin mudah bagi mereka untuk
mengendalikan emosi.
Perkembangan
sosial-emosional mempunyai peranan penting dalam hidup individu dan mempunyai
kaitan dengan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan saat berinteraksi
dengan orang lain. Bentuk dari perkembangan sosial anak dapat dilihat bagaimana
mereka bergaul dengan teman sebaya. Semakin anak dapat bergaul dan berkomunikasi
dengan temannya, semakin bagus perkembangannya. Berkat perkembangan sosial,
anak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya maupun lingkungan
disekitarnya. Pada awal masuk sekolah, anak ceria menyambut dunia barunya.
Setelah itu anak akan semakin mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan
teman-temannya melalui berbagai cara. Anak mulai menyesuaikan perilakunya agar
diterima dalam pergaulannya. Keterlibatan anak terhadap teman sebaya yang
menunjukkan peningkatan pesat kemampuannya untuk bersosialisasi.
Akan tetapi tidak
semua anak dapat mencapai taraf perkembangan sesuai umurnya. Rosmalia Dewi
(2005 : 109) menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah salah satu bentuk
perilaku anak yang mengalami kesulitan dalam perkembangan sosial-emosionalnya. Novan Ardi Wiyani (2014 : 211) juga
menerangkan tingkah laku agresif adalah suatu perbuatan baik disengaja maupun
tidak disengaja yang ditujukan untuk menyerang pihak lain, baik secara fisik
maupun secara verbal. Rita Eka Izzaty (2005 : 105) juga menjelaskan pengertian
perilaku agresif ini dengan suatu tindakan yang disengaja oleh pelaku agar
tercapai tujuan yang diinginkan baik membela diri atau membuat lawan tidak
berdaya.
Pada anak TK tidak
jarang perilaku agresif muncul pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Perilaku agresif ini dapat mengganggu kegiatan pembelajaran yang sedang
berlangsung. Misalnya memukul teman, mendorong, berkelahi, merusak hasil kerja
ataupun alat permainan teman, dan membuat barang milik teman. Tingkah laku
agresof yang jika dibiarkan terus-menerus akan membuat anak mengalami penolakan
dari teman-temannya bahkan orang dewasa (Rusda Kuto Sutadi & Sri Maryati
Deliana, 1996 : 31-32).
Rita Eka Izzaty (2005
: 116) menjelaskan bahwa tingkah laku agresif harus segera ditangani dan
mendapatkan perhatian baik dari orangtua maupun pendidiknya, karena jika
dibiarkan mempunyai peluang besar menjadi sebuah perilaku yang menetap. Selain
itu di lingkungan sekolah, anak cenderung ditakuti dan dijauhi temannya yang
berakibat menimbulkan suatu masalah baru bagi anak karena terisolir. Tingkah
laku ini jika dibiarkan begitu saja, pada saat remaja akan menjadi juvenile delinquency yaitu tingkah laku
khas kenakalan remaja.
Biasanya guru
menangani kasus ini dengan memarahi anak agar menghentikan perbuatan tersebut,
akan tetapi tindakan tersebut tidak menghentikan justru dapat membuat anak
meniru perilaku guru dalam memarahi. Selain itu ada guru yang memberi hukuman
secara fisik, misalnya dipukul, dijewer, dan dicubit. Tindakan guru ini dapat
membuat anak menghentikan perbuatannya saat itu juga, akan tetapi itu bukan
berarti sikap agresifnya berhenti. Menurut Bunda Novi (2015 : 71-72) hukuman
dapat menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan, seperti anak merasa
dipermalukan, dihina, atau direndahkan di depan teman-temannya.
B.
Rumusan
Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1.
Bagaimana
gambaran perilaku agresif pada anak usia dini?
2.
Upaya
apa yang dapat dilakukan untuk menangani perilaku agresif pada anak?
3.
Faktor
penyebab perilaku agresif pada anak?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui gambaran perilaku agresif pada anak usia dini
2.
Untuk
mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak agresif
3.
Untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku agresif pada anak
D.
Manfaat
Penelitian ini
memiliki dua manfaat secara teoritis dan praktis.
1.
Secara
teoritis penelitian ini bermanfaat untuk peneliti dan guru. Manfaat yang dapat
diperoleh dari penelitian ini antara lain :
a.
Memberikan
informasi mengenai perilaku agresif pada anak
b.
Membantu
dalam mengenali perilaku agresif pada anak
c.
Memberikan
informasi tentang bagaimana cara yang dapat digunakan dalam menekan perilaku
agresif pada anak
d.
Memberikan
informasi faktor-faktor penyebab perilaku agresif pada anak dan upaya untuk
mengatasinya
2.
Secara
teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk peneliti, anak, guru, dan pembaca.
Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a.
Bagi
anak dapat mambantu mereka agar tidak melakukan perilaku agresif
b.
Bagi
peneliti dapat dijadikan pengalaman dalam mengatasi anak yang memiliki perilaku
agresif
c.
Bagi
guru dapat menjadi salah satu alternatif cara yang dapat dilakukan untuk
menangani perilaku agresif pada anak
d.
Bagi
sekolah dapat memberikan masukan dalam mengatasi permasalahan anak usia dini
khususnya perilaku agresif
e.
Bagi
pembaca dapat memberikan informasi tentang perilaku agresif pada anak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sikap
Agresif
1. Pengertian
Perilaku Agresif
Tidak semua anak mencapai taraf perkembangan yang sama.
Menurut Rosmalia Dewi (2005 : 109) salah satu bentuk perilaku anak yang
mengalami kesulitan perkembangan sosial adalah perilaku agresif. Perilaku
agresif dapat terjadi pada anak TK yaitu suatu perilaku di mana mereka saling
menyerang secara fisik berupa mendorong, memukul, berkelahi, maupun penyerangan
secara verbal baik mencaci, mengejek, menghina, berkata kotor, dan
mengolok-olok temannya (Rusda Kuto Sutadi & Sri Maryati Deliana, 1996: 32).
Tingkah laku ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Rusda Kuto Sutadi & Sri
Maryati Deliana (1996: 33-34) menjelaskan jika anak dibiarkan terus menerus
melakukan tindakan agresif akan menyebabkan anak dibenci dan dijauhi oleh
teman-temannya, selanjutnya juga akan berdampak pada perkembangan anak.
Novan Ardi Wiyani (2014: 211) mengartikan agresif adalah
suatu perbuatan baik disengaja maupun tidak disengaja yang ditujukan untuk
menyerang pihak lain, baik secara fisik maupun secara verbal. Perilaku ini
dapat mengakibatkan kerugian atau melukai oranglain. Kerugian ini dapat berupa
kerugian fisik maupun psikologis.
Hurlock (1978: 263) mengartikan agresi sebagai suatu
tindakan nyata atau ancaman permusuhan yang biasanya tidak ditimbulkan oleh
oranglain. Penyerangan fisik atau lisan terhadap pihak lain merupakan ekspresi
sikap agresif mereka. Biasanya sikap ini ditujukan kepada anak yang lebih
kecil.
Rita Eka Izzaty (2005 : 105) juga menjelaskan pengertian
perilaku agresif ini dengan suatu tindakan yang disengaja oleh pelaku agar
tercapai tujuan yang diinginkan baik membela diri atau membuat lawan tidak
berdaya. Bentuk perilaku agresif pada anak TK berupa fisik dan verbal. Rita Eka
Izzaty (2005 : 116) menjelaskan bahwa tingkah laku agresif harus segera
ditangani dan mendapatkan perhatian baik dari orangtua maupun pendidiknya,
karena jika dibiarkan mempunyai peluang besar menjadi sebuah perilaku yang
menetap. Selain itu di lingkungan sekolah, anak cenderung ditakuti dan dijauhi
temannya yang berakibat menimbulkan suatu masalah baru bagi anak karena
terisolir. Tingkah laku ini jika dibiarkan begitu saja, pada saat remaja akan
menjadi juvenile delinquency yaitu
tingkah laku khas kenakalan remaja.
2. Jenis-jenis
Perilaku Agresif
Terdapat beberapa perilaku agresif yang ditunjukan anak.
Terdapat dua karakteristik seperti yang dikemukakan Rita Eka Izzaty (2005: 106)
:
a.
Agresivitas
yang wajar yaitu tidak setiap perilaku agresif anak dianggap sebagai suatu
tindakan yang bermasalah.
b.
Agresivitas
yang tidak wajar, dimana terdapat kecenderungan perilaku yang dimunculkan anak
akan bersifat menetap.
Berkowitz et al.
(dalam Wiwid Kurniawati, 2010: 6) mengelompokkan agresivitas dalam tiga jenis :
a.
Agresif
fisik yaitu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang secara fisik
seperti memukul dan menendang.
b.
Agresif
verbal yaitu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang sebagai
umpatan atau bahkan ancaman seperti memaki dan mengancam.
c.
Agresif
pasif yaitu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang tidak secara
fisik maupun verbal misal menolak berbicara, bungkam, atau tidak peduli.
3. Tanda-tanda
Perilaku Agresif
Terdapat dua tanda yang dimunculkan dalam suatu tingkah
laku agresif yang diungkapkan Rimm (2003: 153-156) yaitu :
a.
Menggigit.
b.
Memukul,
mendorong, dan menggoda.
Ada beberapa perilaku
yang menjadi karakteristik anak usia dini dengan perilaku agresif, antara lain
sebagai berikut (Novan Ardi Wiyani, 2014: 214-215) :
a.
Cenderung
melarikan diri dari tanggung jawabnya, baik tanggung jawab sebagai anak,
peserta didik, maupun sebagai teman.
b.
Enggan
bergaul.
c.
Menanggapi
dengan tidak menyenangkan saat bergaul dengan anak lainnya.
d.
Suka
berbohong
e.
Sangat
ingin dipuji dan diperhatikan.
f.
Tidak
memiliki inisiatif untuk bekerjasama dengan teman-temannya.
g.
Suka
menyiksa binatang dan merusak tumbuhan.
h.
Sering
memulai berkelahi.
4. Faktor-faktor
Penyebab Perilaku Agresif
Rimm (2003: 156-157) menjelaskan penyebab-penyebab
munculnya tingkah laku agresif:
a.
Korban
kekerasan. Tindakan orang di sekitar anak yang melakuka tindak kekerasan
dijadikan sebagai objek imitasi. Hal ini dapat digambarkan menjadi sebuah mata
rantai di mana anak yang pernah mengalami kekerasan akan melakukan hal yang
sama kepada temannya.
b.
Terlalu
dimanjakan. Keinginan yang selalu dituruti membuat anak berperilaku agresif
baik secara fisik maupun verbal. Hal ini karena anak merasa berkuasa, tidak mau
berbagi, atau tidak mau menerima apabila keinginan mereka tidak terpenuhi.
c.
Televisi
dan video game. Anak dapat meniru
tindak kekerasan dengan melihat tayangan televisi yang mengandung unsur
kekerasan atau bermain video game.
d.
Sabotase
antar orangtua. Orangtua merupakan satu tim dalam mendidik anak, jika tidak hal
ini dapat memunculkan perilaku agresif. Dalam hal mendidik, orangtua harus
seimbang dan tidak menciptakan sesuatu yang bertentangan antara Ayah dan Ibu.
e.
Kemarahan.
Munculnya kemerahan dalam diri anak tanpa tahu penyebabnya. Misalkan melihat
orangtuanya yang selalu bertengkar, penyakit yang diderita orangtua, atau
situasi traumatis lainnya yang memunculkan rasa tidak bahagia dan frustasi.
f.
Penyakit
dan alergi. Tidak kalah penting, ketegangan dan rasa frustasi yang muncul
karena penyakit, alergi, atau kelemahan yang tidak disadari orangtua juga
berperan dalam munculnya perilaku agresif pada anak.
Novan Ardi
Wiyani (2014: 215-216) terdapat dua faktor penyebab anak berperilaku agresif :
a.
Faktor
Biologis
Ada dua hal yang termasuk dalam faktor biologis. Pertama,
faktor keturunan, yang mana anak berperilaku agresif karena memang dahulu ayah
dan ibunya juga memiliki riwayat berperilaku agesif. Kedua, faktor bentuk dan
anatomi tubuh. Misalnya saja, anak yang memiliki badan tinggi-besar merasa
dirinya lebih unggul dari anak lainnya. Hal itu menjadikannya memiliki akses
untuk menindas ataupun berbuat merugikan anak yang tergolong lemah.
b.
Faktor
Lingkungan
Anak hidup berinteraksi dengan anak lainnya di lingkungan
yang berbeda-beda, yaitu di lingkungan keluarga, KB, TK, dan masyarakat.
Masing-masing lingkungan tersebut selain memberikan pengaruh positif juga dapat
memberikan pengaruh negatif dan dapat memunculkan perilaku agresif.
5. Upaya
Mengatasi Perilaku Agresif
Menurut Rusda Kuto Sutadi & Sri Maryati Deliana
(1996: 82-84) ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani anak yang
berperilaku agresif :
a.
Latihan.
Latihan adalah kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus
sampai tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan ini berfungsi mengubah
perilaku, sikap, dan kebiasaan lama yang tidak baik.
b.
Permainan.
Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga permainan yang tepat dapat digunakan
sebagai salah satu penanganan permasalahan yang terjadi pada anak. Melalui alat
dan benda-benda yang dipakai dalam bermain dapat dipergunakan sebagai objek
untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan psikis anak.
c.
Saran
dan nasihat. Kegiatan ini sering diberikan kepada yang memerlukan dan banyak
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari: Dalam hal ini guru dapat memberikan
nasihat yang bertujuan agar anak melakukan maupun tidak melakukan perilaku yang
dinasihatkan. Selain itu nasihat dapat diberikan saat anak membutuhkan bantuan
dalam mengatasi kesulitan yang dialami.
d.
Pengkondisan.
Pengkondisian adalah suatu cara membentuk keadaan sesuai dengan apa yang
diinginkan yang bertujuan untuk merubah perilaku yang tidak diinginkan.
e.
Model
dan peniruan. Mengingat sifat anak yang berada pada tahap imitasi cara ini
dapat dimanfaatkan secara baik. Cara ini dilakukan dengan memperlihatkan
model-model yang diinginkan oleh anak.
f.
Konseling.
Kegiatan ini membutuhkan seorang ahli untuk melakukan proses pemberian bantuan
dalam suatu tatap muka.
Dalam Novan Ardi
Wiyani (2014: 217-219) perilaku agresif pada anak usia dini dapat
diminimalisasi dengan mencitakan lingkungan bermain yang kondusif, baik di
rumah, KB, atau TK serta di masyarakat. Ada 6 langkah yang dapat dilakukan oleh
pendidik PAUD dalam menciptakan lingkungan yang kondusif di KB atau TK, antara
lain sebagai berikut:
a.
Mengurangi
Tindakan yang Represif pada Anak yang Agresif
b.
Tidak
Memeberikan Hukuman Fisik pada Anak yang Agresif
c.
Memberikan
Perhatian dan Apresiasi pada Perilaku Anak Agresif yang Positif
d.
Memberikan
Kepercayaan kepada Anak yang Agresif
e.
Memberikan
Kenyamanan kepada Semua Anak Didik
f.
Membatasi
Hak Anak
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perilaku agresif merupakan suatu tindakan yang dilakukan
secara sengaja atau tidak sengaja yang ditunjukkan dalam bentuk menyerang pihak
lain untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Perilaku agresif memiliki dua karakteristik yaitu agresivitas yang wajar dan agresivitas yang tidak wajar. Perilaku agresif dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu agresif fisik, agresif verbal dan agresif
pasif. Adapun tanda-tanda agresifitas ditunjukkan dengan menggigit, memukul,
mendorong, dan menggoda. Penyebab perilaku agresif antara lain adalah faktor
biologis dan faktor lingkungan.
Perilaku agresif ini adalah merupakan gangguan perilaku
yang dapat dibawa anak hingga dewasa. Dengan begitu akan sangat baik apabila
perilaku agresif ini dideteksi dan dicegah sejak anak usia dini. Apabila anak
sudah menunjukkan perilaku agresif maka harus segera ditangani dengan baik
sehingga perilaku tersebut dapat berkurang atau hilang agar tidak dibawanya
hingga dewasa.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewi, Rosmalia.2005.Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-kanak.Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Hurlock, Elizabeth B.1978.Perkembangan Anak, Jilid 1.(Alih bahasa:
Metasari Tjandrasa & Muslichah Zarkasih).Jakarta: Erlangga.
Izzaty, Rita Eka.2005.Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak
Usia TK.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan
Perguruan Tinggi.
Kurniasih, Imas.2009.Pendidikan Anak Usia Dini.Tanpa Kota:
Edukasia.
Kurniawati, Wiwid.2010.Mengurangi Agresivitas Anak Usia Dini dengan
Metode Time-out.Tesis.Yogyakarta: UGM.
Musbikin, Imam.2010.Buku Pintar PAUD.Yogyakarta: Laksana.
Mustakim, Muh. Nur.2005.Peranan Cerita dalam Pembentukan
Perkembangan Anak TK.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Novi, Bunda.2015.Saat Anak Harus Diberi Hadiah atau Dihukum.Yogyakarta: Saufa.
S., Rimm.2003.Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah.(Alih bahasa:
Lina Jusuf).Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama.
Suyanto, Slamet.2005.Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Sutadi, Rusda Kuto & Sri Maryati
Deliana.1996.Permasalahan Anak Taman
Kanak-kanak.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Wiyani, Novan Ardy.2014.Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini
Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Komentar
Posting Komentar