CONDUCT DISORDER PADA ANAK USIA DINI
TUGAS PAPER
CONDUCT DISORDER PADA
ANAK USIA DINI
Dosen
Pengampu: Ega Asnatasia Maharani M.Psi., Psi.
Disusun
Oleh:
1. Mirnantika
Nurharafi (12002025)
2. Nurmilla
Ulfa Rukmana (1300002032)
3. Sara
Desriani (1300002035)
4. Quina
Atriani Vesiano (1300002044)
5. Rina
Andriyani (1300002057)
PENDIDIKAN
GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2015
Pendahuluan
Tidak jarang ditemui
kasus-kasus perilaku anak yang cenderung suka menyakiti ataupun mengganggu
orang lain baik mengganggu anak yang seumuran dengannya maupun orang dewasa. Di
antara permasalahan yang sering kali dihadapi sejumlah keluarga, lembaga
sekolah dan badan penampungan anak adalah penanganan anak yang kerap kali membuat
keributan, melanggar peraturan, menyakiti dan mengganggu orang lain. Perilaku
dan perbuatan tersebut akan menimbulkan berbagai kesulitan dan kekacauan di
dalam lingkungan dimana anak berada. Kecenderungan buruk itu dapat memicu kedua
orang tua anak (baik penindas maupun yang ditindas) untuk selalu bertengkar
karena adanya kesalah pahaman atas perilaku yang ditimbulkan oleh anak yang
mengalami conduct disorder ini.
Seorang anak yang suka berbuat nakal kepada
anak-anak lain, menyakiti anak yang lebih kecil atau lebih besar dari dirinya,
suka menarik rambut anak perempuan sampai menangis, tentunya akan merepotkan
orang tuanya sekaligus menimbulkan berbagai masalah yang beruntun.
Pembahasan
Pengertian
Conduct Disorder
Conduct disorder
atau perilaku mengganggu atau mengacau merupakan suatu pola negativistik,
permusuhan dan perilaku menentang yang terus-menerus tanpa adanya pelanggaran
serius terhadap norma sosial atau hak orang lain. Biasanya dimulai pada usia
6-8 tahun dan tidak lebih dari masa remaja. Lebih sering terjadi pada anak perempuan
dibandingkan pada anak laki-laki. Ciri-ciri umum conduct disorder antara lain:
1.
Sering berdebat dengan orang tua
2.
Sering kehilangan kendali
3.
Mudah marah dan benci jika digangggu orang lain
4.
Sering menggertak, mengancam, menakut-nakuti orang lain
5.
Sering memulai perkelahian fisik
6.
Melakukan kekejaman fisik terhadap orang lain atau hewan
7.
Secara sengaja merusak harta benda orang lain
8.
Berbohong untuk mendapatkan barang atau persetujuan, atau
unyuk menghindari kewajiban
9.
Mencuri
10.
Sering bermain di luar rumah pada malam hari atau kabur dari
rumah
11.
Sering membolos sekolah dan sering melanggar peraturan.
Penyebab Conduct
Disorder
Penyebab seorang
anak memiliki perilaku mengganggu atau mengacau semacam itu dapat disimpulkan
bahwa faktor penyebabnya adalah mental (kejiwaan), meliputi anggapan bahwa
orang-orang dimaksud berusaha menghalangi usahanya meraih tujuan. Kegagalan dan
kekurangan. Dalam hal ini, tindakan mengganggu dan menyakiti merupakan usaha
menutupi kegagalan dan kekurangan dirinya, serta demi mendapatkan ketenangan
batin dan ingin melenyapkan berbagai ganjalan dalam jiwanya. Ganjalan jiwa
tersebut mendorong munculnya berbagai kelainan sikap dan perilaku. Beberapa
ganjalan jiwa, diantaranya adalah:
1. Perasaan congkak dan sombong.
2. Perasaan bersalah dan berdosa,
sehingga menyebabkan sang anak selalu gelisah. Dalam hal ini, dia akan
melakukan apa saja demi memperoleh ketenangan jiwa.
3. Kelainan jiwa; sang anak menganggap
dirinya singa yang buas, yang siap menerkam dan mencabik-cabik orang-orang di
sekitarnya. Gangguan psikopatis yang menjadikan sang anak bersikap dan
berperilaku abnormal serta cenderung ofensif (menyerang).
4. Ingin memperingatkan diri sendiri
agar dihukum orang lain.
5. Perasaan hina dan rendah diri
(inferior). Tindakan mengganggu dan menyakiti sesama dimaksudkan untuk
mematahkan perasaan tersebut.
6. Perasaan lemah dan tak mampu
mnyelesaikan berbagai kesulitan masa lalu.
7. Trauma masa lalu.
8. Timbulnya gejolak kejiwaan yang
diarahkan untuk melakukan perlawanan. Dalam hal ini, tindakan mengganggu dan
menyakiti orang lain dijadikan alat meraih ketenangan dan ketentraman
jiwanya Emosi.
9. Kurang atau bahkan tak pernah
mendapatkan curahan kasih sayang. Keadaan ini membuat kehidupan sang anak
gelap-gulita sehingga tak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
10. Berlebihan dalam memperoleh curahan
kasih sayang. Keadaan ini mendorong sang anak banyak menuntut, serta menganggap
orang lain berada dibawah kekuasaannya. Hal ini menjadikannya merasa bebas
mengganggu dan menyakiti orang lain.
11. Kedengkian, faktor ini kebanyakan
muncul dalam diri seorang anak yang memiliki adik baru yang masih bayi. Ia
beranggapan bahwa adiknya yang masih mungil itu telah merampas kasih sayang
yang selayaknya ia terima. Namun, terdapat pula anak kecil yang mendengki
saudaranya yang lebih besar atau anak bebal terhadap saudaranya yang cerdas.
12. Labil sehingga cenderung melakukan
hal-hal yang tidak wajar.
13. Keinginan memusuhi siapapun yang
tidak disukai dan disenanginya. Ia selalu merasa dirinya tidak aman.
14. Perasaan bingung dan gelisah. Dalam
hal ini, sang anak kehilangan semangat serta mudah jengkel dan sakit hati.
Hanya lantaran persoalan kecil dan remeh, ia langsung menggebu-gebu untuk
melakukan pembalasan secara berlebihan.
15. Cenderung melakukan sadisme. Dalam
hal ini, ia merasa nikmat dan puas dalam melakukan tindakan sadistis. Perasaan
ini lebih banyak dipendam anak-anak yang telah dewasa.
16. Kematian ayah atau ibu.
17. Diskriminasi atau merasa
dibeda-bedakan serta merasa tidak diperlakukan adil.
18. Sosial
Kecenderungan anak mengganggu dan menyakiti adakalanya bersumber dari
masyarakat.
19. Pergaulan dengan anak-anak amoral.
Sang anak cenderung meniru dan mengikuti tingkah laku mereka yang jahat dan
suka menyakiti sesama.
20. Anak yang hidup dan dibesarkan di
tengah-tengah lingkungan yang dipenuhi tindak kekejaman dan kekerasan.
21. Hubungan serta pergaulan yang
dijalin bersifat amoral dan asusila. Seorang anak yang masa kanak-kanaknya
pernah dizalimi, disakiti, atau dilecehkan secara seksual, pada umumnya akan
cenderung menyakiti siapapun yang dianggapnya lemah.
22. Dikarenakan ingin meniru dan
membalas dendam. Ketidakmampuan untuk membalas dendam terhadap berbagai
perlakuan kasar yang ia terima, akan menyebabkan dirinya berbuat kasar dan
manyakiti orang lain.
23. Berasal dari tingkat ekonomi yang
kurang berada dan tidak mampu mencapai status sosial yang bagus, karena ingin
memiliki materi-materi (barang-barang) yang tidak dapat dimiliki dengan cara
yang tidak daptditerima secara sosial dalam masyarakat.
Di antara sejumlah faktor yang telah disebutkan, masih
terdapat sejumlah faktor lain yang mendorong seorang anak menyakiti sesamanya,
antara lain:
1. Faktor pertumbuhan sikap dan
kebiasaannya. Sewaktu berusia 2 tahun, sang anak misalnya suka mencakar,
merebut, menendang, menarik rambut dan sejenisnya. Semua itu termasuk dalam
kategori menyakiti dan akan kian menjadi-jadi seiring dengan proses pertumbuhan
dirinya.
2. Merasa memiliki. Perasaan ini mulai
muncul sejak sang anak mulai menginjak usia 3 tahun. Dalam hal ini, sang anak
akan berusaha menjaga dan mempertahankan kepemilikannya dengan menggunakan
cara-cara yang beraroma kekerasan.
3. Ketidaksanggupan memberi kejelasan
kepada orang tua (kedua orang tua tidak mampu memahami ucapan dan perkataan
sang anak). Akibatnya, demi melampiaskan kekesalannya itu serta menenangkan
hatinya, ia akan menjerit, memporak-porandakan benda-benda disekitarnya,
memukul orang lain, dan sebagainya.
4. Memaksa kedua orang tua menuruti
keinginannya. Caranya adalah dengan menjadikan kedua orang tuanya merasa bosan
dan jemu. Sang anak beranggapan bahwa itu semata-mata merupakan haknya.
5. Egoisme berlebihan. Dalam keadaan
ini sang anak menganggap orang lain tak lebih sebagai budaknya belaka yang
dapat diperlakukan sesuka hati dan harus menuruti kemauannya.
6. Penyikasaan dan penganiayaan anak.
Misalnya trumatis, anak menjadi sangat waspada secara berlebihan, selalu curiga
dengan lingkungan, tidak mampu mengekspresikan perasaan sehingga sangat mudah
meledak dan juga sangat agresif dan sering bersikap kejam.
Contoh Kasus
Julie seorang anak yang
mengidap penyakit bipolar (salah satu jenis gangguan conduct disorder). Julie sangat mudah kesal sejak lahir. Dia jarang
tidur dan tidak bisa ditenangkan. Suatu hari sewaktu Julie berusia enam tahun,
dia marah kepada ibunya karena memberinya waktu istirahat. Untuk sementara
lantai atas sangat sepi, yang sebenarnya tidak biasa, dan ibunya naik ke atas
untuk melihat Julie. Ibunya melihat Julie sedang memasang sekitar 50 jepit
rambut di atas tangga, sengaja di posisikan berdiri di atas karpet. Itu
sebenarnya diperuntukkan bagi ibunya saat melangkah.
Keluarganya sudah mengalami hampir tiga tahun keadaan Julie seperti itu. Setidaknya satu kali sehari, Julie mangamuk sampai dua jam. Dia akan berteriak dan berguling-guling di lantai. Dia seperti mempunyai kekuatan manusia super dan sering memukuli ibunya. Banyak kejadian saat ibunya harus mengekang Julie dan menjaganya untuk tidak menyakiti orang lain. Dia akan menendang, memukul, mencubit, menggigit, meludahi, bahkan membenturkan kepala ibunya. Dia mempunyai pandangan liar di matanya yang nyaris seperti hewan yang akan meledak memperjuangkan kehidupannya.
Keluarganya sudah mengalami hampir tiga tahun keadaan Julie seperti itu. Setidaknya satu kali sehari, Julie mangamuk sampai dua jam. Dia akan berteriak dan berguling-guling di lantai. Dia seperti mempunyai kekuatan manusia super dan sering memukuli ibunya. Banyak kejadian saat ibunya harus mengekang Julie dan menjaganya untuk tidak menyakiti orang lain. Dia akan menendang, memukul, mencubit, menggigit, meludahi, bahkan membenturkan kepala ibunya. Dia mempunyai pandangan liar di matanya yang nyaris seperti hewan yang akan meledak memperjuangkan kehidupannya.
Terapi Untuk Conduct Disorder
Ada metode-metode terapi yang berbeda untuk membantu anak
belajar bagaimana merasa lebih baik secara emosional, berinteraksi lebih baik
dengan orang lain dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam banyak kasus,
terapis akan menggunakan pendekatan apa saja yang terbaik bagi anak.
1.
Terapi Kognitif
Terapi perilaku kognitif adalah satu yang
paling umum dan jenis terapi yang berhasil untuk gangguan bipolar. Hal itu
berfokus pada situasi dan masalah aktual saat ini. Terapi ini tertuju pada
pikiran dan perasaan (kognitif) serta tindakan (perilaku) serta bagaimana
saling mempengaruhi satu sama lain. Anak bisa belajar kemampuan khusus yang
membantunya mengenali kapan ia mengalami distorsi persepsi terhadap persepsi,
memodifikasi keyakinan, dan mengubahnya ke arah perilaku yang lebih pantas saat
merespon situasi seperti itu.
Perawatan anak yang mengalami conduct
disorder mungkin juga termasuk terapi bermain, saat ia terlibat pada aktivitas
berbeda dalam upaya menciptakan kesempatan untuk mengarahkan frustasi, pilihan,
dan pendekatannya. Hal ini cukup membantu bagi anak-anak yang belum bisa
mengungkapkan perasaannya dalam kalimat.
2.
Program Terapi Multimodalitas
Program terapi ini melibatkan seluruh
anggota elemen kejidupan anak seperti keluarga, masayarakat dan sekolah.
Sebaiknya terapi ini sesegera mungkin dilakukan, semakin terlambat dilakukan
maka anak semakin sulit disembuhkan.
3.
Terapi Medikasi
Medikasi dapat
menjadi terapi tambahan yang berguna untuk sejumlah gejala yang sering terjadi
pada gangguan konduksi. Agresi eksplosif yang jelas berespon terhadap beberapa
medikasi. Antipsikotik, terjelas adalah haloperidol (haldol), menurunkan
perilaku agresif yang menyerang yang mungkin ditemukan dalam berbagai gangguan.
4.
Beberapa Cara Altenatif Lainnya
Dalam usaha
memperbaiki dan membenahi sikap anak agar tidak lagi cenderung mengganggu,
menyakiti, apalagi meyiksa sesamanya, perlu ditempuh pula cara-cara altenatif
berikut ini:
a.
Menjauhkan anak-anak (khususnya yang lemah) dari
jangkauannya, sehingga tidak menjadi korban perbuatan buruknya.
b.
Memperhatikan serat mengawasi tingkah lakunya, khususnya
sewaktu ia berada di lingkungan baru.
c.
Menasihati serta mengingatkannya secara rutin bahwa
perbuatannya itu buruk dan tercela.
d.
Memberi kesibukan kerja, bermain, atau beraktivitas positif
lainnya. Itu agar anak-anak lain merasa aman dari gangguan perbuatan buruknya.
e.
Memandang dengan tajam dirinya memahami apa yang sedang
dilakukannya.
f.
Memperingatkan anak-anak lain agar berhati-hati kepadanya.
Kalau perlu, anjurkan untuk melawan perbuatan buruknya.
g.
Mengenali problem dan kesulitan yang tengah dihadapi sang
anak, sehingga kita, mampu mencegahnya mengganggu dan menyakiti anak lain.
h.
Menyediakan sarana dan membangun lingkungan yang dapat
menciptakan ketenangan dan kedamaian jiwa sang anak.
i.
Dalam lingkungan keluarga, setiap anak diberi tempat
tertentu yang tidak boleh diutak-atik anak lain. Itu dimaksudkan agar di antara
mereka tidak terjadi upaya saling mengganggu dan menyakiti.
Kesimpulan
Conduct
disorder atau perilaku mengganggu
atau mengacau yang merupakan suatu pola negativistik pada anak ini sering kali
menimbulkan permasalahan di dalam lingkungan anak. Penyebab seorang
anak memiliki perilaku mengganggu adalah mental (kejiwaan) anak, dalam hal ini tindakan
mengganggu dan menyakiti merupakan usaha anak untuk menutupi kegagalan dan
kekurangan dirinya, serta demi mendapatkan ketenangan batin. Sesulit apapun
dalam menangani anak dengan conduct
disorder pasti ada cara dalam penanganannya, beberapa di antaranya adalah
dengan terapi baik terapi kognitif, terapi multimodalitas, terapi medikasi dan
lain sebagainya.
Sumber:
Kaplan, H.I, Benjamin J.S, & Jack A.G. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kaplan, H.I, Benjamin J.S, & Jack A.G. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Qaimi, A. 2004. Keluarga
dan Anak Bermasalah. Bogor: Cahaya.
Singer, C & Sheryl Gurrentz. 2004. Menangani Gangguan Manik-Depresif
pada Anak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
https://peerj.com/articles/359.pdf
http://baojournal.com/BDB%20WEBSITE/archive/BDB-2001-01-01-036-041.pdf
http://www.otago.ac.nz/christchurch/otago018746.pdf
http://www.kidsmentalhealth.ca/documents/EBP_conduct_disorder.pdf
http://www.kidsmentalhealth.ca/documents/Cognitive_Behavioural_Conduct_Disorder.pdf
Komentar
Posting Komentar